Kamis, 17 Februari 2022

diskusi HONAI asrama Toli judul hukum dan sistem

HUKUM DAN SISTEM

 PRODUK HUKUM DAN SISTEM ADALAH PEMBUNUH JITU KARAKTER DAN HARAPAN MASA DEPAN BANGSA Papua dan khusus nya KB TOLIKARA

Gambar Penulis di tengah-tengah ratusan Mahasiswa -Mahasiswi, Kota Studi Se-Sulawesi Tahun 2022 saat memberikan Iluminasi dalam rangka diskusi HONAI asrama Toli""di batu kota kleak Manado
Tahun 2022 tempat diKota Manado Sulawesi Utara"


         BAB I
A. PENDAHULUAN 

   Dewasa ini dengan maraknya perkembangan taraf kognitif manusia sangat drastis secara dinamis seiring dengan berjalannya waktu. Tidak terlepas kita juga sebagai makhluk hidup yang istimewa terus saja dikejutkan oleh tantangan demi tantangan. Dari hadirnya serangkaian tantangan itu mengajak kita menyatakan potensi ilahi yang Tuhan pedamkan dibalik aktualisasi diri kita sebagai manusia. Tetapi uniknya, bila tanpa ada tantangan hidup seakan hampa dalam tradisi zona nyaman. Saya tahu benar dan sepakat dengan seperti pendapat piktor kogoyaJseorang pembicara terkenal di bahwa “…..KETAKUTAN menyebabkan tantangan sebagai gunung. Tetapi, IMAN menyebabkan tantangan yang sama sebagai mujur atau kesempatan untuk menyatakan KEMULIAAN ALLAH”. Perspektif teoligis yang sangat empiris. 

   Bahwasannya memang demikian, sebab tanpa sadar hidup dalam zona nyaman tanpa tantangan hidup semata biasa-biasa saja tak terasa. Tetapi sebaliknya, bila dengan hadirnya tantangan menantang kelemahan, kekurangan dan kesulitan kita untuk temukan mozaik hidup yang sesungguhnya. Dari kelemahan kita tahu bagaimana hidup ini membutuhkan iluminasi dan arahan yang merangsang untuk menemukan potensi ilahi yang Tuhan amanahkan dalam diri seseorang. Dari kekurangan kita tahu bagaimana rasanya hidup ini membutuhkan orang lain atau dunia butuh kita bersama. Dan dari kesulitan kita tahu bagaimana cara menjadi licik bagaikan ular, tapi jujur dengan kebugarannya seperti Merpati untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan itu. 

  Saya sebagai anak muda menyadari generasi milenial Papua belakangan hingga modern ini, kita bahwasannya dalam cengkeraman tantangan yang luar biasa, namun tanpa sadar kita menyikapinya dengan perspektif fatal sebagai rutinitas yang biasa-begitu saja. Sangat memprihatinkan karakter anak muda modern amat dilematis. Tanpa sadar kita merasa baik-baik saja dalam tradisi modern ini. Dengan serangkaian latar belakang ini, penulis sebagai anak muda generasi milenial Papua yang hendak mengutarakan pandangan empiris ini untukmu kawan, kerabat, sahabat serta sepaham dan setujuan sebagai tunas-tunas asa bangsa Papua. Khusus nya KB Tolikara Papua ujung timur suara Toli jantung Papua

B. KONSEP PEMBUNUHAN KARAKTER DAN HARAPAN BANGSA 

    Rezim ganti rezim pemerintah colonial Indonesia telah lama duduk menjajah di bumi timur cenderawasih Papua ,sekaligus menjarah dan mengkeruk seluruh lapisan masyarakat hasil sumber daya alam yang menghiasi nusa timur ini. Tentu saja isu ini sangat hangat di dekapan penguasa dan public tanah air yang dewasa ini. Papua adalah wilayah yang dengan estetika alamnya seumpama surga yang menyelam di bumi cendrawasih Papua , Seluruh kompleksitas kekayaan yang sangat heterogen tersimpan di ujung bumi ini. Dalam eksistensi demikian siapa nyangkal bila hasrat materialismenya terus terobsesi dalam dunia hayalan? dalam kondisi ini pemerintah hadir menguasai bumi terkaya ini dengan sewenang-wenang dan segala penyimpangan atas amanah Tuhan terhadap SDA ini. Tamu yang tidak tahu berterima kasih menduduki bumi masyarakat Melanesia ini.

   Maka dari tinjauan pengalaman empirisme itu, untuk meresponi kehausan materialisme ini pemerintah merancang berbagai misi kesejahteraan masyarakat Papua dan memajukan ketertinggalan”. Orang Papua juga tanpa sadar turut terlibat di dalamnya sebagai pencetus Pembunuhan Karakter dan Harapan Bangsa ini dengan kebijakan yang tidak signifikan. Empirisme dari rancangan ini dengan ada beberapa indikator utama menurut observasi penulis sendiri, yaitu; Minimnya penegakan hukum, Sistem Pendidikan yang ambur adul, Disiplin dilematis (Tidak ada pendirian jelas) dan Tradisi Nepotisme terus terpelihara. 

1. Minimnya Penegakan Hukum 

  Bila dampak hukum ditegakan, maka lahirlah
 nilai-nilai 
kebenaran, 
keadilan, 
kejujuran serta keamanan dan ketenteraman bangsa yang didambakan oleh pendiri bangsa dapat terwujud. Tetapi tradisi pembela hukum tergolong sementara pembuat hukumnya terus hukum itu sendiri, maka terjadilah serangkaian peristiwa yang berakibat dalam kehidupan sosial masyarakat. Misalnya pembela kebenaran, penjunjung
 keadilan, pemerhati kejujuran serta peduli keamanan dan perindu atau pemimpin ketenteraman terus saja dijebak, dijerat bahkan dilabelkan dengan berbagai cara, sistem dan dalih. Sehingga yang benar disalahkan, adil dan jujur terus dikhianati, dan sakinah kehidupan terus saja dikacaukan dengan stigma. 

   Bukti konkritnya adalah pejabat atau pemerintah Negara yang melanggar kode etik atau hukum sekalipun tidak diadili secara procedural dan berwibawa sebagaimana semestinya diamanahkan oleh Negara, tetapi justru menjilat dengan menerima suapan atau sokonan dari para pembebal atau pelanggar hukum tadi. Akhirnya institusi penegak hukum menjadi pengemis dengan memperdagangkan amanah hukum untuk memuaskan hasrat dan keserakahan kekayaan material. Sangat kekonyolan karakter leader bangsa ini berakibat mencetus kesan terburuk karakter bangsa.

  Subtansinya ialah: “Kecenderungan Pelanggar Hukum yang paling mayoritas adalah pembuat hukum. Taraf orang Papua itu hukum yang terbanyak juga didominasi oleh pembuat hukum pula. Sementara sasaran visi hukum utama di basis masyarakat awam dengan mengedepankan nilai-nilai variabel yuridis seperti; melindungi, mengayomi, melayani, serta membela dan memelihara, justru mereka adalah korban hukum yang paling tinggi populasinya tanpa memperlihatkan fakta yang jelas dan data yang valid”. 

   Dampak fatalnya adalah mereka yang mustinya mendapat perlindungan yang layak, pengabdian yang benar, pengawasan yang baik, pemeliharaan yang betul dan pemberdayaan yang bermutu namun justru mengalami penderitaan, penyiksaan, penindasan serta pengorbanan dan pemenjaraan yang subur dikonsumsi oleh pembuat hukum. Karakter hukum sangat dilemma. 

   Pada hakekatnya dengan gamblang terlihat bahwa hukum diproduksi untuk memberikan pengabdian yang bermutu, namun justru dikonsumsi untuk membunuh dan memperburuk pertumbuhan kehidupan bangsa itu sendiri. Produk hukum menjadi mesin pembunuh karakter bangsa dan meruntuhkan stablitas nilai dan reputasi Negara di muka dunia. 

2. Sistem Pendidikan

  Penulis sebagai alumni Perguruan Tinggi di muka bumi Nyur Sulawesi Utara Manado,, dengan membidangi kosentrasi Administrasi Publik sangat memprihatinkan dengan sistem pendidikan yang dijalankan oleh bangsa ini. Sistem ganti sistem seiring bergantian justru semakin kelabu visi dan misi edukasi itu sendiri bagi kehidupan bangsa. Misalnya terbaru belakangan ini sistem pendidikan dari SLTP ke K13 bahwasannya tidak ada reformasi nilai dan visi jangka panjang yang signifikan berkontribusi dari rancangan tersebut bagi merekonstruksi bangsa ini. Apalagi bila meninjanu dari perspektif kebudayaan orang Papua di bumi timur Indonesia ini. 

   Pembelajar yang kuat dan berbobot sehingga itu menjadi harapan yang dapat dihandalkan adalah dengan memberikan tantangan yang berskala secara dinamis dalam prosesnya, sehingga dengannya pembelajar akan menyadari letak cela-celanya. Tetapi bila tanpa ada tantangan dalam pendidikan, maka seakan berjalan menyusuri alam semu di dunia ini. Andaikata “penulis berselera makan dengan hidangan tanpa saus atau sambal berikan sesuai” agar tidak ada akibat atau efek samping bagi kestablitas tubuh. Dari perumpamaan ini, kita melihat realitas kehidupan edukasi bangsa ini sangat jelas; bahwa dimana seseorang memiliki berderet-deret gelar sampai pecah-pecah juga tidak berdampak positif memecahkan pelbagi kompleksitas problem yang sedang menerjang kehidupan bangsa ini. Misalnya, anda mau S1, S2 atau S3 sampai bahkan pecahin semuanya saking dampaknya relative biasa-biasa saja tanpa ada reformasi nilai. 

  Dewasa ini pelbagai corak masalah terus saja dihujani di bumi masyarakat sangat dinamis dan memprihatinkan dengan dampak buruknya yang fatal. Kita tinjau kesana dari mana sumber masalah itu mengalir menguyur subur dalam bumi masyarakat tanah air? Bukankah dari para kaum intelektual yang tergolong dengan nama belakangnya bergugus-gugus? Mengapa ini terjadi? Sangat memprihatin dan dilemma karakter pendidikan di bangsa ini. Dampak buruknya dalam pesta demokrasi digelar, nyaris di seluruh daerah kawasan Pegunungan terdengar jeritan permohonan, mintah tolong, serta perlindungan dan keamanan. Pesta ini terus dihujani dengan peperangan antar komplotan atau kubu sana sini. Fakta ini sulit memungkiri goresan lukanya dalam dunia nyata. Dari serentetan peristiwa ini penulis mengobservasi dan menemukan beberapa indicator utama pemicu pertikaian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Arah dari Konsep dan Sistem Pendidikan yang tidak akurat 

  Dalam proses edukasi tidak diberikan tantangan, sehingga belajarnya biasa-biasa saja tanpa ada transformasi keunikan tersendiri. Sehingga arah dan tujuannya pun masih tersamar dalam halusinasi dan berujung pada satu muara yang sama. Manusia Papua bila ditinjau dari perspektif psikologi, tingkat kepekaannya sangat tinggi dengan praktek spontanitasnya. Karena itu, berharap untuk pemangku kebijakan agar arah kebijakan dalam merumuskan pendidikan mustinya juga melibatkan aspek psikologi. 

   Orang Papua itu identik dengan pendidikan yang berbasis praktik. Orang Papua itu identik dengan magnet; melihat, menangkap dan mempraktekkan secara langsung. Tanpa proses serangkaian diktat dan literasi yang simpan siur semata menguras serentetan waktu tanpa diberikan kontribusi yang berdaya guna. Sehingga berujung pada merekonstruksi daerah bukan mendestruksi kehidupan bangsa. Diarahkan belajar dengan metode yang simpan siur, maka berakibat pada persoalan dan masalah. Misalnya banyak orang menjadi SI, S2 dan S3 semua di satu kosentrasi namun tenggelam begitu saja. Tetapi andai saja bila berskala SI saja namun diarahkan untuk focusnya tetap terarah, terukur dan sistemtis, maka berdampak dikontongi dengan buntut keberhasilan dan perubahan yang signifikan. 

b. Kurang melibatkan Talenta 

   Sistem pendidikan di Negara ini tidak dirumuskan secara praktis, terukur dan akurat sehingga banyak terjadi keterbengkalaian dalam menjangkau berbagai aspek kehidupan bangsa. Karena tidak mengakomodir talenta atau karunia sebagai potensi ilahi yang dianugerahkan Allah kepada manusia Papua dan tidak berhasil menyentuh baik, sehingga anak-anak muda Papua umumnya menempuh pendidikan dengan standar belajar biasa-biasa saja atau tradisi lumrah. 

  Lebih menariknya kita dibohongi dengan kecenderungan yang bersimpati dengan pelebaran stiker, iklan dan selebaran media cetak yang dilayangkan oleh pemerintah. Pada hal itu semata untuk menarik perhatian anak muda agar dapat tertarik untuk menempuh pendidikan disana, sementara konten akademiknya masih simpan siur. Karena itu, anak muda generasiku, penulis hendak menyampaikan bahwa jangan sekali-kali gila dengan pelayaran sampulnya, tetapi lihat dan temukan mozaik hidupmu. Angkat dan junjunglah karunia yang Tuhan anugerahkan pada dirimu lalu bertindak melalui panduan karunia, bukan narasi. “Karunia Anda adalah sebayang harapan yang bisa kamu handalkan dengan tekun dalam doa”. Sehingga dengan harapan itu menjadi Bahan Bakar Minyak merangsang akselarasi langkah perjuangan. Dan Doamu menghirupi tiap langkahmu. 

c. Minimnya memberikan Tantangan 

 Kurang memberikan tantangan dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Portal tunas toli

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Apa yang dimaksud dengan diskusi kelompok serta tujuannya dalam pelaksanaan bimbingan kelompok2. Seperti apa bentuk-bentuk diskusi kelompok

Diskusi Kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Dalam pelaksanaan bimbingan konseling ada beberapa tehnik yang perlu dipahami oleh...